Tekan Angka Kemiskinan Ekstrem, Pemkab Rembang Verval Data per Rumah

Tekan Angka Kemiskinan Ekstrem Pemkab Rembang Verval Data per Rumah

REMBANG,Lingkarjateng.id Pemerintah Kabupaten Rembang tengah berupaya keras untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Rembang. Pasalnya angka kemiskinan di Kabupaten Rembang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Kepala (Bappeda) melalui Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia (PPM) Bappeda KabupatenRembang Sigit Purwanto, Rabu (9/11) menyampaikan tingkat kemiskinan di Kabupaten Rembang tahun 2021 sebesar 15,8 persen. Angka ini mengalami kenaikan 0,2 persen dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 15,6 persen.

Di sisi lain, garis kemiskinan di Kabupaten Rembang di tahun sebesar Rp 414.977 per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu sebesar Rp.403.932, terdapat  kenaikan Rp 11.045.

“Hal ini disebabkan pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan tersebut. Atas dasar inilah kenapa angka kemiskinan menjadi naik. Selain itu juga karena efek dari pandemic Covid-19,” imbuhnya.

Namun jika dibandingkan dengan Kabupaten sekitar seperti Blora, Pati, Kudus, dan Jepara, kenaikan tingkat kemiskinan di Kabupaten Rembang cenderung lebih rendah yaitu di bawah 0,4 persen.

Kendati demikian, lanjut dia, Pemkab Rembang tetap berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan dengan sejumlah strategi. Seperti, menurunkan pengeluaran masyarakat miskin, melalui bantuan sosial dan subsidi, jaminan sosial dan jaring pengaman Covid-19.

Upaya meningkatkan pendapatan juga terus dilakukan. Seperti melalui pemberdayaan UKM, pengembangan ekonomi lokal (potensi desa) dan akses pekerjaan bagi warga miskin. Dengan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, menciptakan nilai tambah dan pendapatan, serta mempertahankan UMK.

PENDATAAN: Pegawai Bappeda Rembang melakukan verifikasi dan validasi data keluarga miskin dilakukan per rumah di Desa Sendangagung, Kecamatan Pamotan, Rembang.

Selanjutnya meminimalkan wilayah kantong kemiskinan melalui peningkatan akses terhadap layanan dasar, peningkatan konektivitas antara wilayah (kecamatan dan desa). Upaya yang dilakukan dengan mendorong konvergensi anggaran, mendorong konsolidasi program dan peningkatan peran daerah, swasta serta pemangku kepentingan untuk bersama (keroyokan) dalam program penanggulangan kemiskinan.

“Jadi tidak tergantung misalnya dari dinas teknis saja, kita semua sengkuyung. Di sisi lain kita juga melibatkan dari pihak swasta atau BUMD maupun BUMN. Supaya sistem keroyokan dalam penanggulangan kemiskinan bisa berjalan dengan maksimal,” terangnya.

Selain itu, seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Rembang juga digerakkan melalui program Gerakan 1 Desa 1 OPD. Sebanyak 25 desa prioritas dampingan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem (PKE) di Kabupaten Rembang mendapatkan dampingan 26 OPD.

“Sebenarnya program ini sudah dilakukan sejak tahun 2018. Memang secara gongnya atau gebyarnya di tahun 2022 ini kita melibatkan semua OPD.`Jadi 26 OPD mengeroyok 25 desa yang masuk piloting kemiskinan ekstrim,” ujarnya.

Gerakan 1 Desa 1 OPD dijalankan mengingat Kabupaten Rembang ditunjuk menjadi piloting PKE oleh Provinsi Jawa Tengah bersama dengan 19 kabupaten/kota lainnya pada di akhir tahun 2021 lalu. Dengan jumlah sebanyak 25 desa yang tersebar di 5 Kecamatan meliputi Pancur, Sumber, Pamotan, Kragan dan Sarang.

Masing-masing kecamatan dipilih 5 desa untuk dijadikan lokasi prioritas PKE. Dengan kriteria jumlah rumah tangga desil 1 pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) paling banyak.

“Masing-masing kecamatan ada 5 Desa, sebagai contoh di Kragan ini ada Desa Karanglincak, Ngasinan, Sumurpule, Sumurtawang, dan Woro. Begitu juga dengan kecamatan yang lain,” ucapnya.

Lebih lanjut Sigit menerangkan, setiap OPD memberi memberikan solusi kepada setiap Desa yang menjadi piloting PKE untuk bagaimana mengentaskan berbagai permasalahan yang ada di Desa. Mulai dari pemenuhan air minum yang layak, perbaikan sanitasi, penguatan disabilitas, dan penyakit kronis.

Selain itu juga mengatasi masalah seperti pengembalian anak tidak sekolah, kepala rumah tangga lansia yang tidak bekerja, perbaikan rumah tidak layak huni, memberikan pelatihan atau life skill, termasuk permasalahan stunting.

“Harapan ini tentunya semua bergerak Bersama dan berkoordinasi, insya allah nanti di akhir tahun bisa menurunkan atau naik kelas yang semula pada desil 1 bisa menjadi desil 2 atau lebih sejahtera lagi,” imbuhnya.

Sementara untuk Bappeda sendiri saat ini melakukan pendampingan Desa Sendangagung Kecamatan Pamotan. Sejumlah kegiatan seperti validasi data dan identifikasi masalah sudah dilakukan untuk menentukan sasaran pemecahan masalah.

“Ada beberapa hal yang sudah kita lakukan adalah mengusulkan kepada CSR di perbankan, kemudian bantuan 5 jamban dari baznas Rembang, pemberian bantuan listrik murah yang sudah kita usulkan ke Dinas ESDM Provinsi, koordinasi dengan puskesmas Pamotan untuk memeriksa warga yang memiliki penyakit kronis,” tuturnya.

Ditegaskannya pendampingan OPD bersifat membantu mencarikan solusi masalah kemiskinan desa. Sehingga tidak ada anggaran khusus yang diploting untuk kegiatan pendampingan tersebut.

“Misalnya di bidang lain yang tidak memiliki teknis, dia bisa mengusulkan ketika verifikasi di lapangan ada temuan jumlah warga miskin yang perlu bantuan rumah tidak layak huni. Nanti dibantu untuk disampaikan ke dinas teknis. Disisi lain kita juga berupaya mencari sumber dana dari CSR yang memungkinkan,” pungkasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Koran Lingkar)