Warga Rembang Ditahan karena Curi Kayu di Hutan, Istri Tuntut Keadilan

Warga Rembang Ditahan karena Curi Kayu di Hutan Istri Tuntut Keadilan

REMBANG, Lingkarjateng.id – Rofiul Amri warga Desa Wonokerto, Kecamatan Sale Kabupaten Rembang ditangkap pihak Kepolisian pada 2 Agustus 2023 atas dasar pengambilan dan penebangan kayu di hutan yang dilakukan awal Juni lalu.

Dalam penangkapan itu, pihak keluarga menaruh curiga lantaran dari proses pemeriksaan pelapor, pemanggilan, pemeriksaan saksi saat gelar perkara, hingga penahan dilakukan dalam waktu satu hari.

Untuk itu, Lasni sang istri meminta agar suaminya dibebaskan karena saat penangkapan, pihak Kepolisian tidak memberitahukan surat penangkapan. Terlebih, Amri yang kesehariannya bekerja sebagai petani adalah tulang punggung keluarga dan memiliki dua orang anak.

“Awal mula saya tidak tahu, tiba-tiba ada sekelompok polisi yang datang ke rumah langsung menjemput paksa tanpa ada surat dari Kepolisian. Itu tanggal 2 Agustus, baru kemudian tanggal 3 Agustus saya mendapatkan surat dari Kepolisian bahwa suami saya itu ditahan di Mapolres Rembang atas dasar mencuri kayu di hutan,” ucap Lasni saat ditemui di Rembang, Senin, 4 September 2023.

Karena aparat hukum dinilai janggal dalam kasus tersebut, Ketua Organisasi Masyarakat (Ormas) Lembaga Pendukung Indonesia Emas (LPIE) Rembang Sudarmanto turut menyoroti kejadian tersebut.

“Kami berpendapat Polres Rembang dalam hal ini masih menerapkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sehingga UU ini sudah diubah di UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Atas insiden tersebut, terjadi adanya perampasan hak masyarakat,” tegas Darmanto.

Senada, Ketua Ormas Permadi Marsono menyatakan, seharusnya Rofiul Amri tidak ditahan.

“Yang menimpa Rofiul Amri diduga oleh Polres Rembang melakukan pencurian kayu, sebagainya diatur oleh UU Nomor 18 Tahun 2023, sesungguhnya ‘kan sudah diubah. Harusnya ‘kan tidak ditahan. Di dalam ketentuan pasal 12 A, itu jelas bahwa orang yang bermukim di sekitar hutan minimal 5 tahun maka dikenai sanksi administratif bukan ditahan. Ini bagaimana penegakkan hukum dan landasannya tidak benar. Kita sudah upayakan audiensi dengan Pak Kapolres Rembang, tetapi sampai saat ini surat yang kita serahkan tanggal 23 Agustus, sampai saat ini tidak ada respon,” jelasnya.

Ia menilai, pihak Kepolisian terlalu gegabah dalam mendalami kasus tersebut dan tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Pihaknya pun mengaku akan membantu kasus ini ke ranah Menkopolhukam, Kapolri, hingga Presiden Jokowi. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)